Sabtu, 05 Februari 2011

Di balik "marah"

Tumpukan beban tugas kuliah dan deadline kerja’an belakangan ini kerap membuat akal sehat saya lepas kontrol. Mungkin karena selalu dipakai berlari kencang, dengan tingkat akselerasi yang kelewatan membuatnya sering keluar jalur. Ujung – ujungnya saya sebentar – sebentar gampang naik darah. Sudah langka berolah raga, banyak ngemil karena tingkat stress tinggi, merokok, kurang tidur… Duh mudah – mudahan Allah memaafkan dan bermurah hati terhadap hambanya ini.
Tapi berpikir tentang amarah, orang kita punya banyak terminologi untuk menggambarkannya. Saya coba mengumpulkannya sekarang, untuk kata yang saya ingat, mulai dari yang intensitasnya rendah : misuh – misuh, ngambek, bersungut – sungut, bete, merajuk, tersinggung, kesal, sebal, geram, naik pitam, marah, ngamuk. Lumayan banyak. Konon kabarnya, kata Amok yang dipakai dalam bahasa Inggris, berasal dari turunan kata amuk yang ditemui negeri itu menjajah tanah Malaka.
            Imam Ghazali mengatakan, amarah merupakan elemen utama pembangun keinginan dalam diri hewan. Satunya lagi adalah selera makan (appetite). Sedangkan masih kata Ghazali, elemen utama pembangun keinginan manusia adalah intelektual.
Darr…! beberapa hari ini berarti saya lebih animal dari biasanya donk, karena lebih memanjakan amarah ketimbang intelektual. Akan ada bedanya tentu, kondisi saya sekarang dan sebelumnya. Terutama ketika ditanya ‘Apa Kabar’ oleh orang lain ya ?!
Kalau sebelumnya saya akan menjawab ” Biasa – biasa saja”, tapi sekarang kalau ditanya ” Apa Kabar?” mungkin jawaban yang tepat adalah “binatang – binatang saja” hehe
Jadi sebenarnya temperamental atau suka marah itu bukan manusiawi ya, tapi hewani hiihih..Semoga saya tidak lama – lama sering marah seperti sekarang ini. Kalau terlalu lama saya takut hanya bisa mengaum, bukan berkata – kata.