Sabtu, 18 Februari 2012

I'm Standing Here

Sejak berikrar dalam diri untuk "memulai" lembaran hidup baru, rasanya banyak sekali bercerita tentang diriku, let's move on lah dengan segala kapasitasku, dan biarkan batu kerikil bersolek elok menghiasi perjalananku sampai aku tiba di telaga yang berkilau abadi di ujung nanti. Walaupun ak sendiri tak tahu kapan akan sampai kesana. Pun ada kalanya aku berjalan sambil tertatih tersengal tapi aku tdk khawatir, yang aku percaya Allah mau membimbingku, dan kalaupun aku merasa tdk mampu ak jg tahu at the last time Alloh akan menolongku.

           Allah juga membekaliku dg ketegaran, keikhlasan dan kesabaran, sehingga itu sudah cukup bagiku untuk menghadapi segala konskwensi logis dari jalan yg telah saya ambil ini. La Tahzan oky, dalam kesulitan akan datang kemudahan, begitu janjiNYA padaku.

            Saya akui memang, cibiran, tuduhan, hingga diskriminasi yg baru2 ini sering saya alami sempat sedikit membuat saya berfikir, kenapa Engkau tiba2 begitu bertubi-tubi memberiku soal demi soal sprt ini, apakah aku begitu lemah dan kosong sehingga kertas ujian itu hanya selalu dipenuhi soal-soal yang tak kunjung benar jawabannya? ataukah aku yang terlalu kuat sehingga Engkau terus menunggu hasil-hasil jawabanku yang selalu istimewa. Itu kuasamu ya Rabb. Apapun itu, lebih baik saya terus fokus melewati semua ini dengan berjalan d atas lurus hati. Apapun konskwensi dan resikonya, karna perintahMu yang kuingat adalah kertas ujian itu bukan untuk dirobek-robek Oky.. tapi untuk kau selesaikan!

            Semua takdirmu baik ya Allah.. tidak patut untuk aku menyalahkan keadaan, juga tidak bijak jika aku teriak.  Tenggelam dalam doa kepadaMu itu akan lebih tepat adanya....

            Lebih baik pula mensyukuri nikmatmu yang berlimpah, termasuk kemuliaan hari ini yang kembali mengingatkanku kpd sosok wanita cerdas penuh inspirasi. Ia adalah inspirasi bagiku, penghilang penat, pelipur lara dan pembangkit semangat ditengah badai hiruk pikuk dunia yang semakin sekuler dan tidak menjanjikan banyak ini.
           
           Di bulan lahirnya Rasul Muhammad ini, saya ingin mengucapkan "terimakasih untuk semuanya", semoga hari ini menjadi hari yang indah untukmu, berkat sholawat yang ramai di dunia dari umatMu ya Allah. Amiin ya Robbal a'lamin..  

Senin, 13 Februari 2012

Dalam Harapan

Kalau kita mencari jawaban ke dalil – dalil agama, bicara bunuh diri pasti sudah jelas jawabannya. Dosa..Masuk Neraka…
Tapi sekali lagi, mari kita bicara dengan akal sehat saja. Mengapa manusia mau melakukannya, dengan bermacam alasan, kecewa, putus asa, patah hati dan masih banyak lagi? Pdhl tidak ada jaminan si pelaku benar – benar akan kehilangan nyawa toh. Jangan – jangan hanya setengah mati saja. Malah tambah repot kan? Atau katakanlah mati total, apa yang menunggu kita dikehidupan setelah mati? Maksudnya, apa benar nyawa kita benar – benar menguap, atau jangan – jangan kita berubah jadi semut, atau cicak dan kita harus belajar lagi tentang kehidupan. Sehingga bunuh diri kemudian menjadi tidak se-simpel yang dibayangkan kan akhirnya.
Beberapa waktu yang lalu beredar di salah satu grup smartphone saya seorang polisi yang berdinas di polres Banyuwangi (polsek tanjung wangi) mengakhiri hidupnya dengan cara yang tragis yaitu menembakkan pelor senjatanya ke kepalanya sendiri. Ia bernama Briptu Dody.
Secara resmi memang belum ada yang menyatakkan terkait peristiwa ini dan apa motif bunuh diri yang dilakukannya ini, diduga ia mengalami stress karena masalah keluarga. Dan nahasnya lagi bunuh diri itu berjalan sukses, sehingga Dody meninggal saat itu juga.

Menurut pandangan saya, Cerita Dody hanyalah mozaik dari sebuah potret keinginan orang hidup untuk mengakhiri hidup dengan motivasi sebentuk harapan (bukan hidup). Iya…, menurut saya (yang mungkin terdengar sok tahu karena tidak pernah dan Insya Allah tidak akan pernah mencoba bunuh diri dan karenanya kemudian tahu bagaimana persaan si pelaku) mereka yang bunuh diri, masih punya harapan. Harapan untuk melepasakan diri dari segala permasalahan yang membelitnya. Harapan agar ia lebih tenang dari perasaan yang dialaminya sebelum bunuh diri.

Hitler, memutuskan bunuh diri di “Sarang Serigala” ketika sudah pasti Berlin jatuh ketangan Sekutu, juga menyimpan harapan. Harapan bahwa kejayaannya tidak akan berakhir. Harapan bahwa ia tidak pernah didudukkan sebagai pesakitan dikursi sidang para penjahat perang. Jadi para pelaku bunuh diri memberikan pelajaran untuk kita : ” Memegang Teguh Harapan”, sebuah ironi dari optimisme dalam bentuk lain.

Buat mereka, semua kabaikan akan didapat ketika mati. Maka Mati adalah Hidup untuk mereka, karena Hidup sudah menjadi Mati. Buat kita tentu tidak begitu kan ya? Hidup adalah Hidup, yang harus dijalani dengan kepala tegak. Tipis tebalnya harapan hanya ada dikepala kita, bukan dikte dunia. So we got to live when we’re still alive. ^^